Postingan

Semua usai sebagaimana semestinya.

Banyak waktu yang dihabiskan untuk merenung, bagaimana bisa kamu bertemu denganku dalam versi paling buruk yang pernah aku punya. Tak ingin menyebutnya pertemuan sengaja, tak ingin pula mengingat bahwa kita pernah lebih dari sekedar kita. Mereka bilang, waktu adalah penyembuh luka hati, kalimat itu, tak benar. Izinkan aku menyudahi yang seharusnya disudahkan sedari dulu sekarang. Kusudahi, namun tak ingin melupa. Lantunan doa akan masih sama. Dan sekarang, akan bertambah banyak, karena memang sepantas itu kamu mendapatkannya. Semoga-semoga sederhana akan selalu kugemakan setiap saat. Seperti; semoga kedua sisi bantal kamu akan selalu dingin ketika kamu tidur, semoga tak ada macet yang akan kamu temui ketika hendak pergi untuk mengisi kelas di sore hari. Atau juga semoga seperti; semoga ruang makanmu tak pernah sepi, selalu ada yang menemani kamu menyantap menu favorit itu, semoga ada yang mengingat hari lahirmu dan merayakannya bersama. Dan semoga , kamu dikelilingi banyak kasih ya

Aku, ingin ditemani.

Pada beberapa kesempatan dalam hidup, kadang kalanya ada suatu masa di mana kita merasa sangat amat ingin menyendiri, meninggalkan bisingnya kota yang tak pernah mati, dan tak berinteraksi dengan banyak orang di sekeliling. Namun, jika sudah terlanjur merasa kosong, masih bolehkah mendamba hadirnya kembali hiruk-pikuk yang sempat diredam tadi? Mendamba secercah sapaan pagi di tepi jalan yang sedang dilalui, atau sekadar mendamba pesan singkat dari orang-orang terkasih yang mungkin hanya menanyakan apakah kita masih tidak bisa meminum kopi. Aku, ingin ditemani kali ini. Bertukar tawa sambil kuceritakan bagaimana upayaku untuk bisa meminum segelas kopi di suntuknya jam kerja, agar rasa kantuk segera mereda. Juga bertukar cerita, tentang bagaimana setiap detak berpacu mengejar waktu yang sangat cepat berlalu. Aku, ingin ditemani kali ini. Membayangkan ditemani duduk bersila di atas rumput taman, tanpa kata, memperhatikan bagaimana setiap insan melakukan hal yang berbeda di waktu yang sama

"Sunset is beautiful, isn't it?"

Lantunan lagu Nadin menemaniku saat ini. Mengalun indah, menciptakan suasana hangat nan sejuk, menemaniku berbenah kamar setelah sekian lama aku tak punya waktu untuk melakukannya. Membuka sprei, menggantinya dengan yang baru, menyusun rak buku yang sudah sangat amat tak tertata, dan juga membereskan laci - laci meja belajar ku. Terlihat di dalam laci sana ada beberapa barang yang sudah tak berguna, dan aku memutuskan untuk membuangnya. Namun, fokus ku tiba - tiba beralih pada amplop coklat yang ketika ku buka, berisi beberapa polaroid. Lantunan suara Nadin berubah menjadi sendu. Ku lihat satu persatu potret yang ada pada polaroid itu. Foto itu seperti bergerak. Aku seakan dibawa masuk kembali, melihat kilas balik moment - moment yang ada pada foto tersebut. Aku bahkan bisa mendengar suara tawa mu sekarang, hebat bukan? Dan juga, aku bisa mendengar kalimat terakhir yang kamu ucapkan di hari itu. "Aku yakin, aku mau dia, kamu harus membantuku mengejar cintaku, oke!", Kata mu d

Alter ego.

Di ruangan 3x4m ini aku terbangun. Menyadari diri bahwa harus memulai semuanya lagi. Bangun, membersihkan diri, dan berangkat bekerja. Kebanyakan orang sih menyebut kaum kami dengan sebutan 'Sandwitch Generation'. Selama diperjalanan, nampak banyak sekali orang berlalu - lalang, sibuk untuk memulai aktifitas mereka pagi ini. Contohnya, anak kecil di seberang jalan sana. Aku selalu bertemu dirinya di tempat yang sama, di waktu yang sama, atau bahkan pada jarak yang sama pula. Entahlah, semua kegiatan di kota rasanya sudah mulai aku kenali semenjak 2 tahun terakhir aku menginjakkan kaki ku di kota ini. Dan lagi - lagi, aku bertemu wanita itu. Aku bosan bertemu dengannya. Semua sifat yang ada pada dirinya berbanding terbalik dengan sikap yang ku punya. Dia pandai berbicara, sangat mudah baginya untuk membaur dengan orang asing dan menjadi begitu dekat dengan mereka bahkan hanya dalam hitungan menit.  Dengan matanya yang berbinar dan senyum cerah yang selalu tercetak indah di bibir

Mati dan terbuang.

Hal buruk dan indah selalu bergandengan erat, merekat amat kuat, tak terpisahkan. Cakrawala sangat luas, mungkin hal indah mengelilingi jika bisa berkelana bebas. Namun, mati dan terbuang sudah datang, tanpa aba-aba memenuhi setiap sudut ruang, tak bersisa. Sayap masih tertanggal di pundak, namun sudah tak memiliki makna tetap. Rusak. Mengubur jauh semua angan akan hal indah tentang cakrawala. Dan sekarang, bersapa langsung dengan gelapnya dunia. Halo, ada ujung tidak di sini? engap sekali.

Korek Api.

Langit senja, menenangkan. Dekapnya memberi angin sejuk untuk ruangan yg kutinggali seorang diri, terasa seperti diinginkan dan dimiliki. Ku sulut korek untuk menciptakan terang, namun siapa sangka, api membesar, melahap semua, tak tersisa. Kembali memperbaiki yang bisa diperbaiki. Namun tak ada perubahan, tetap sama. Usang, asap tebal dan debu berserakan. Tak pernah menyangka, bahwa akan seperti ini jadinya. Bisakah ruangan ini kembali bersih?, tanpa harus menjauhkan korek api, atau bahkan mengubah isi ruangan ini. Rasa tenang berubah menjadi rasa gundah yang datang setiap saat, tanpa jeda, tak tentu arah.

Aliran sungai yang sangat indah.

Seperti biasa, langkah kaki ku membawaku berjalan tak tentu arah di tengah-tengah hutan belantara. Setelah banyak langkah yang ku tempuh, suara gemercik air berseru. Kuhampiri tanpa sedikitpun menaruh rasa ragu. Sesampainya di sana, kutemukan sebuah aliran sungai yang sangat indah. Air biru jernih menyapa mata, dan juga udara sejuk nan menenangkan yang langsung menyentuh kulit tanpa diminta. Aku mencari ikan untuk ku jadikan santap siang kala itu. Dan juga memasukan beberapa air kedalam sebuah bilah bambu yang telah ku buat untuk bekal ku beberapa hari kedepan. Namun semakin lama aku bermain di aliran sungai tersebut, rasanya aku tak ingin beranjak dari sana. Karena di sana, semua yang kubutuhkan tersedia. Dalam segi apa pun, baik pangan dan juga ketenangan jiwa. Dan akhirnya, kuputuskan untuk menetap. Setelah banyak hari yang ku lalui dengan ketenangan jiwa dan juga tanpa rasa khawatir akan banyak hal di tepi sungai yang indah ini, ku temukan satu masalah yang menurutku sangat ama